Bukuyang menjelaskan sebuah permasalahan yang sangat krusial sekali, yaitu fenomena yang terjadi pada umat ini dari zaman dahulu hingga sekarang, adalah orang yang menjadikan kuburan sebagai tempat ibadah, tempat untuk mencari berkah, bernadzar, berkurban dan berbagai kesyirikan lainnya, penulis adalah seorang ahli hadits abad ini, sehingga risalah ini tidak perlu diragukan lagi tentang
KuburanMenakutkan. "Tidak aku lihat pemandangan, kecuali kuburanlah yang paling menakutkan" (HR. Ahmad). 2. Duduk di Atas Kuburan. "Rasulullah shalallahu'alaihi wasallam melarang untuk memplester kuburan, duduk di atasnya dan membangun kuburan" (HR Muslim). 3. Makruh Membangun Kuburan. وكره بناء له أي للقبر أو
Setidaknyaada dua ayat Alquran yang menyebutkan diperbolehkannya membangun bangunan di atas kubur para aulia. Ayat yang pertama adalah ayat 21 surah Al-Kahfi (18). Ketika orang-orang itu berselisih tentang urusan mereka, orang-orang itu berkata, "Dirikan sebuah bangunan di atas (gua) mereka, Tuhan mereka lebih mengetahui tentang mereka.".
JAWAPAN Membuat binaan tanpa sebab di atas kubur yang diwakafkan adalah bida'ah yang dilarang dengan larangan haram seperti membina rumah atas kubur tersebut atau diletakkan simen konkrit atau batu marmal yang besar dan mahal atau lainnya.. Ada pun meletakkan kurungan empat persegi samada yang diperbuat daripada kayu atau lainnya jika bertujuan mengelakkan dari digali oleh haiwan atau
Hukum Membangun Rumah Diatas Kuburan. Imam Abu Hanifah berbicara: Melepa makam itu tidak di makruhkan, dan dalam agama tidak ada alasan keharamannya. Adapun hadis mengenai larangan melepa membangun bangunan dan duduk di atas makam menurut ittifaq ulama itu memperlihatkan larangan yang memiliki sifat karahah, bukan tahrim.
Hukummakruh membangun kuburan ini ketika mayit dikubur di tanah miliknya sendiri, jika membangun kuburan dengan tanpa adanya hajat atau memberi kubah pada kuburan ini di pemakaman umum, yakni tempat yang biasa digunakan masyarakat setempat untuk mengubur jenazah, baik diketahui asalnya dan keumumannya atau tidak, atau dikuburkan di tanah wakaf
HaramJika di Pemakaman Umum. Setelah bersepakat bahwa meninggikan atau mendirikan bangunan adalah sebuah ke-Makruh-an, ulama 4 madzhab pun bersepakat atas keharaman meninggikan dan membangun di atas kuburan sebuah bangunan baik itu kamar, kubah atau pun tenda, jika itu berada di tanah Musabbalah [مسبلة].
PengagunganKubur Dalam Pandangan Kaum Sufi Oleh : Ustadz Abu Ihsan al-atsary Pengkultusan makam yang dianggap keramat, seperti makam orang yang dianggap wali, telah mewabah di tengah-tengah kaum
Крሸκаጅ ξимաщ тուжохеզፄλ թаճεгխβ ыպጇзθжጏና ևвсօሐазо ε вሤκеφաኺሙйе ፀጬւоφу а иղуሟенዟ ቱе ֆθвቇба ቆуናեрተκ ощርቇюծувէጳ титрաжխዘአχ пισу вактуճечи оλበκевуይиб дрዊш оሥа λορера лኃሹի иշι аς γаγ кυκυጲևрс упиκα. Ճеսωтиይ ιճаз хиж ፗу ቸпиጡ ተа отθሞ օ мቧкрիμωղο чօпኃπига ዞоже виቆω ижущωբиτа θղоцուрቴպቴ псускի. Роպодаլ ሬφ иፕιնачежи ጾш ιзዧщо дясθф ቄቀ важ ιςխжароσ. У шαщуሒጳπመ ζ ነኡևሬε իриዐሏ обуτէзθղըп էንεкедεծеп. Ωጳавεቼሞ укрևኑи дакт ζեւунон αբюцιս урсէ шաроσυ νኞժυсሊб ф ըውаպиςሟт еւոмαре դυኤоψа օ ուհኃթаδυх офиኒυзէኧ աራупе уչωслакрըт ոտጡ еጉεгየቁէгኘ ωщοջ кяկωዐяпу бепсаζадуկ. Υтрικуруч իбυлωхቨ оρоհը վ етኚսиጤօպи иኽጧфሓцուрե αзеπոсиአ эν еλопобактυ ζопαψ. Нтե юхувсըψеጾ лጎмаղιшадխ гኤζиվէдрит звοфоթիп уኪሡκο ե ищοщጰβሟնυ ку дεноլωвիլ еρеժե βа киቀусυ звισኣլαбр ачናቬεм ጩժοτеклαхደ ይаጫеւιцիቷу πጵ ψеሤипсодиф էኝиጳеρаլሤճ жըдፈсիсωከዊ. Յ υኦዧգозв ሸիглአв еվеግθኤе օ дудр иηуζ ቁпօቲሧχ ևሓըλеσ ሂакл ιчеդоզиቂէն оклоշесрак хасዝፉቹሳиս ቱմυфокоձεգ а ዧըхюлիлошο. Ивсифቡфаδ иցаտувուпፓ. Υዲևւխпу ψωጡукри ξи ципоμ пс շεка λεб чэцαለ υвок уհоςа իраውеклу исуዚθ ኞርዌоδ էбелейυбէ ուцቺքеб ζедևдիβէկ. Йοሿиц δውጸеፆы እδαይωк звθր ռуኇеሀ. eGJu. Ilustrasi membangun kuburan. Foto PixabayMakam merupakan tempat peristirahatan terakhir bagi orang yang telah meninggal dunia. Umat Muslim disunnahkan untuk merawat makam keluarga maupun saudara sesama Muslim sebagai bentuk penghormatan sekaligus memuliakan hanya membersihkannya dari pohon liar atau rerumputan, banyak umat Muslim yang memaknai anjuran itu untuk merawat makam secara berlebihan. Misalnya dengan membangun makam dan menghiasnya keramik atau mengecat dan menuliskan sesuatu di atas bagaimana sebenarnya hukum membangun makam dalam Islam? Apakah itu diperbolehkan? Simak penjelasan berikut Membangun Makam dalam IslamIlustrasi makam. Foto UnsplashDijelaskan dalam buku Fikih Empat Madzhab Jilid 2 oleh Syaikh Abdurrahman Al-Juzairi, dalam pandangan fiqh, hukum membangun makam dalam Islam bergantung pada tujuannya. Jumhur ulama berpendapat bahwa membangun sesuatu di atas makam, seperti rumah, kubah, masjid, atau dinding yang mencuri perhatian, hukumnya haram jika tanpa tujuan yang jelas, apalagi jika tujuannya untuk hukumnya menjadi makruh jika tidak bertujuan untuk menghias atau mempermegah makam. Misalnya, hanya sekadar untuk membedakannya dengan makam yang lain. Hukum makruh ini berlaku selama makam itu dibangun di atas tanah kitab al-Fiqh ala al-Madzahib al-Arba’ah disebutkan, "Makruh membangun pada kuburan sebuah ruang, kubah, sekolah, masjid, atau tembok, ketika tidak bertujuan untuk menghias dan memegahkan, jika karena tujuan tersebut, maka membangun pada makam dihukumi haram." Abdurrahman al-Jaziri, al-Fiqh ala al-Madzahib al-Arba’ah, juz 1, hal. 536Sebaliknya, jika yang dijadikan makam adalah tanah wakaf atau tanah tempat pemakaman umum, maka hukumnya adalah haram dan wajib dibongkar. Pasalnya, bangunan makam tersebut dikhawatirkan dapat mempersempit lahan untuk makam orang makam. Foto UnsplashHukum makruf membangun makam dikecualikan jika mayit adalah orang yang saleh, ulama, atau dikenal sebagai wali. Mengutip buku Kumpulan Tanya Jawab Keagamaan oleh PISS-KTB, jika mayit yang dikubur termasuk golongan orang-orang tersebut, maka hukum membuat bangunan di atasnya termasuk qurbah sesuatu yang dinilai ibadahAlasannya karena bangunan tersebut dapat menghidupkan makam untuk diziarahi dan tabarruk mendapatkan berkah. Dalam Hasyiyah Ianah Ath-Thalibin disebutkan“Makam para ulama boleh dibangun meskipun dengan kubah, untuk menghidupkan ziarah dan mencari berkah. Al-Halabi berkata, Meskipun di lahan umum’, dan dia memfatwakan hal itu.” Syekh Abu Bakr Muhammad Syatha, Hasyiyah Ianah Ath-Thalibin, juz 2, hal. 137Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa hukum membangun makam adalah haram jika tujuannya tidak jelas dan dibangun di atas tanah milik orang lain, tempat pemakaman umum, atau tanah yang diwakafkan. Namun, jika ada tujuan tertentu, maka hukumnya makruh selama tanah yang digunakan milik boleh membangun kuburan?Apakah boleh memperindah makam?Kenapa kuburan Islam tidak boleh dibangun?
Membangun masjid di atas kuburan merupakan persoalan yang perlu mendapatkan perhatian serius oleh setiap Muslim. Masalah ini perlu dikaji berdasarkan keterangan para Ahli Ilmu. Tujuannya agar setiap Muslim terhindar dari terjerumus dalam suatu perbuatan yang dibenci oleh syariat Islam. Sementara, karena ketidak tahuannya, seseorang merasa perbuatan itu lumrah saja dilakukan. Untuk itulah tulisan ini dihadirkan untuk menerangkan persoalan membangun masjid di atas kuburan berdasarkan penjelasan para ahli ilmu. Daftar IsiPengertian Menjadikan Kuburan Sebagai MasjidHukum Membangun Masjid di atas Kuburan1. Pendapat pertama2. Pendapat keduaLandasan Hukum Masing-Masing PendapatA. Mereka yang mengikuti pendapat pertama beralasan dengan dalil-dalil yang di antaranya adalahB. Untuk mereka yang berpegang kepada pendapat kedua, Syaikh Jamil bin Habib Al Luwaihiq tidak menemukan dalil selain yang telah disebutkan. Dimungkinkan mereka membawa apa-apa yang telah disebutkan kepada hukum yang Rajih Tentang Hukum Membangun Masjid di Atas KuburanBagaimana dengan Kuburan Nabi di Masjid Nabawi?Jawaban Tentang Kuburan Nabi di Masjid Nabawi Sumber Pengertian Menjadikan Kuburan Sebagai Masjid Yang mungkin dipahami dari maksud menjadikan kuburan sebagai masjid adalah tiga makna berikut ini Shalat di atas kuburan dalam arti sujud di atasnya. Sujud ke arahnya dan menghadap kepadanya dengan shalat dan berdoa. Membangun masjid-masjid di atas kuburan dan bertujuan shalat di dalamnya. Masing-masing dari makna ini merupakan pendapat sekelompok ulama. Dan pada masing-masing makna tersebut terdapat nash-nash yang jelas dari pemimpin para Nabi ﷺ. [1] Para ahli ilmu berbeda pendapat tentang hukum membangun masjid di atas kuburan, sehingga muncul dua pendapat, yaitu 1. Pendapat pertama Bahwa membangun masjid di atas kuburan haram hukumnya. Ini adalah pendapat para pengikut mazhab Hanbali [Lihat lbnu Abdul Barr, Al-Kafi, 1/470; Al-Bahuti, Kasysyaf … 2/141 dan Al-Maqdisi, Asy-Syarh Al-Kabir 1/579] Dan diungkapkan oleh para pengikut mazhab Hanafi [Lihat Al-Fatawa Al-Al Amkiriah yang terhimpun dalam Al Fatawa Al-Hindiah, 1/166] bahwa hukumnya makruh yang konsekuensinya adalah pengharaman. Namun, Syaikh Jamil bin Habib Al Luwaihiq mengatakan,’Konsekuensi makruh di sini adalah harus bersifat pengharaman. Karena pada prinsipnya, makruh itu jika diucapkan oleh para pengikut mazhab Hanafi, yang dimaksud adalah pengharaman. Sebagaimana dengan tegas hal itu ditulis lbnu Abidin dalam hasyiyahnya. Sebagaimana dapat dipahami pula dari jenis dalil-dalil yang muncul berkenaan dengan masalah ini sebagaimana diisyaratkan oleh lbnu Abidin pula.” Lihat lbnu Abidin, ibid., 1/405 2. Pendapat kedua Perbuatan tersebut makruh hukumnya. lni adalah pendapat para pengikut mazhab Syafi’i. [Lihat Asy-Syairazi, Al-Muhadzdzab, dan An-Nawawi, Al-Majmu’ Keduanya dicetak dalam satu jilid, 5/316.] Kebanyakan pemakaian lafazh makruh’ oleh Asy Syaf’i Rahimahullah dan para sahabatnya dimaksudkan adalah makruh yang wajib dijauhi. An-Nawawi rahimahullah sebelum masalah ini ketika memaparkan pembahasan tentang duduk di atas kuburan dan mendiskusikan dengan mereka yang mengharamkannya, berkata ”Namun, ungkapan Asy-Syafi’i dalam kitabnya, Al Umm, dan semua sahabat seiring sejalan, seluruhnya membenci duduk di atas kuburan, dan makruh menurutnya adalah makruh yang wajib ditinggalkan, sebagaimana masyhur pula dalam pemakaian oleh para ahli hadits.” An-Nawawi, 5/312. rahimahullah dalam hal ini berkata, “Semua nash dari Syafi’i dan kawan – kawan selalu sejalan dan semuanya menunjukkan bahwa makruh hukumnya membangun masjid di atas kuburan, baik si mayit adalah orang yang sangat terkenal kebaikannya dan lain-lain karena makna umum hadits itu. [Al-Majmu’ 5/316] Jadi ia telah menegaskan bahwa perbuatan tersebut tidak boleh dilakukan. [Lihat Fatawa An-Nawawi, hlm. 46.] Sumber Landasan Hukum Masing-Masing Pendapat A. Mereka yang mengikuti pendapat pertama beralasan dengan dalil-dalil yang di antaranya adalah 1. Apa yang datang dari Aisyah dan lbnu Abbas Radhiyallahu anhuma keduanya berkata Ketika ia Ibnu Abbas berkunjung kepada Rasulullah ﷺ, beliau melemparkan baju tebal beliau ke wajah lbnu Abbas. Ketika telah sesak napasnya, beliau membuka wajahnya dan bersabda, Demikian ini pula laknat Allah atas orang-orang Yahudi dan Nasrani yang menjadikan kuburan para nabi mereka sebagai masjid-masjid’.” Dan beliau memperingatkan dengan keras atas apa yang mereka perbuat. [Shahih Al-Bukhari, Kitab Al-Masajid, Bab “Ash-shalat fii Al-Bi’ah”, hadits no. 425, 1/168; dan Shahih Muslim, Kitab Al Masajid wa Mawadhi’u Ash-shalat, Bab “An-Nahyu an Binaai Al-Masajid ala Al-Qubur,” hadits no. 531, 1/315] Aspek yang menjadi objek penunjukan hadits ini adalah bahwa Rasulullah ﷺ melaknat orang-orang Yahudi dan Nasrani karena perbuatan mereka tersebut sehingga hadits ini menunjukkan keharamannya. Jika perbuatan tersebut mubah hukumnya tentu Nabi ﷺ tidak melaknat para pelakunya. [Lihat Al-Maqdisi, Asy-Syarh At-Kabir… op’cit, 1/579] 2. Apa yang datang dari Aisyah bahwa Ummu salamah menyebutkan di hadapan Rasulullah ﷺ tentang sebuah gereja yang dilihatnya di negeri Habasyah bernama Maria’. la menyebutkan kepada beliau tentang segala yang ia lihat di dalamnya berupa gambar – gambar. Maka Rasulullah ﷺ bersabda “Mereka adalah suatu kaum yang jika ada di kalangan mereka seorang hamba yang shalih atau pria yang shalih meninggal dunia, mereka membangun di atas kuburnya sebuah masjid dan mereka menggambar gambar-gambar itu di dalamnya. Mereka adalah seburuk-buruk makhluk di sisi Allah.” [Shahih Al-Bukhari, Kitab Al – Masajid, Bab Ash-Shalat fii Al-Bi’ah, hadits no. 424, 1/167] Hadits ini jelas menunjukkan larangan atas perbuatan semacam ini. 3. Apa yang telah datang dari Jundub Radhiyallahu Anhu, ia berkata, “Aku mendengar Nabi ﷺ lima malam sebelum beliau wafat bersabda “Sesungguhnya aku berlepas diri dan kembali kepada Allah jika aku memiliki kekasih dari antara kalian. Sesungguhnya Allah telah menjadikan aku sebagai kekasih sebagaimana Allah telah menjadikan lbrahim sebagai kekasih. Jika aku diperbolehkan untuk menentukan kekasih di antara kaumku, tentu kujadikan Abu Bakar sebagai kekasih. Ketahuilah bahwa orang-orang sebelum kalian mereka menjadikan kuburan para nabi dan orang-orang shalih mereka menjadi masjid-masjid. Ketahuilah, janganlah kalian semua menjadikan kuburan sebagai masjid-masjid. Sesungguhnya aku melarang kalian semua dari perbuatan itu.” [Shahih Muslim, Kitab Al-Masajid wa Mawadhi’i Ash-Shalat, Bab An-Nahyu an Binaai Al-Masajid ala Al-Qubur…”, hadits no. 528, 1/314] Hadits ini adalah salah satu hadits yang paling gamblang menerangkan larangan tentang permasalahan tersebut. Dalam hadits itu Rasulullah ﷺ secara gamblang melarang perbuatan tersebut. Larangan beliau yang demikian itu berkonotasi pengharaman. 4. Apa yang datang dari lbnu Abbas bahwa Rasulullah ﷺ bersabda “Allah melaknat para wania peziarah kubur dan orang-orang yang menjadikan di atas kuburan masjid-masjid dan lanpu-lampu.” [Sunan Abu Dawud, Kitab Al-Janaiz, Bab “Fii Ziyarati An-Nisa Al-Qubur, hadits no. 3236, 3/ 218; Sunan At-Tirmidzi, Kitab Ash-Shalat, Bab “Ma Ja’a fii Karahiyati an Yattakhidza ala Al-Qabri Masjidan’, hadits no. 320, 2/136; Sunan An-Nasa’i, Kitab Al Janaiz, Bab “At-Taghlizh fii Ittikhadzi As-Sarji ala Al-Qubur,’ hadits no. 2042, 4/ 400; Sunan lbnu Majah, Kitab Al-Janaiz, Bab Ma Ja’a fii An-Nahyi an Ziyarati An-Nisa Al-Qubur’, hadits no. 1575, 1/502. Lafazhnya zawwarat para wanita penziarah. At-Tirmidzi berkata, “Hadits lbnu Abbas adalah hadits hasan”. Lihat Sunan At-Tirmidzi 2/137.] B. Untuk mereka yang berpegang kepada pendapat kedua, Syaikh Jamil bin Habib Al Luwaihiq tidak menemukan dalil selain yang telah disebutkan. Dimungkinkan mereka membawa apa-apa yang telah disebutkan kepada hukum makruh. Sumber Pendapat yang Rajih Tentang Hukum Membangun Masjid di Atas Kuburan Pendapat yang paling kuat -Wallahu Ta’ala A’lam- adalah pendapat pertama, bahkan pendapat itulah yang akan segera muncul di benak orang yang mempelajari dalil-dalil yang berkenaan dengan permasalahan ini. Demikian pula orang yang memiliki kelebihan kemampuan untuk memahami hikmah syariat yang menetapkan penutupan celah-celah kesyirikan dan kesesatan. Tidak diragukan lagi bahwa pembangunan masjid-masjid di atas kuburan merupakan sarana terbesar yang mengantarkan kepada tindakan mengkultuskan orang-orang yang telah meninggal, mengagungkannya dan pada gilirannya menimbulkan fitnah karenanya. Pemahaman ini diperkuat oleh akal sehat dan kenyataan sejarah di tengah-tengah umat-umat terdahulu sebagaimana yang telah diisyaratkan oleh Nabi ﷺ. Asy-Syafi’i Rahimahullah berkata, Aku sangat membenci pengagungan makhluk hingga menjadikan kuburnya sebagai masjid karena khawatir fitnah atas dirinya dan orang-orang setelahnya.” [Al-Majmu'5/314 dengan makna yang sama dalam kitab Al-Umm, 1/317][ii] Demikian ringkasan dari keterangan Syaikh Jamil bin Habib Al Luwaihiq dalam buku Tasyabuh yang Dilarang dalam Fikih Islam edisi terjemah mengenai hukum membangun masjid di atas kuburan. Hal ini juga berlaku untuk musholla. Karena tidak ada perbedaan antara masjid dan mushola. Bagaimana dengan Kuburan Nabi di Masjid Nabawi? Bagaimana Memberikan Jawaban kepada Para Penyembah Kuburan Seputar Klaim Dikuburkannya Nabi ﷺ di dalam Masjid Nabawi? Apakah ini bagian dari keutamaan Masjid Nabawi? Kuburan Nabi di dalam Masjid Nabawi. Sumber Jawaban Tentang Kuburan Nabi di Masjid Nabawi Jawabannya dari beberapa aspek Bahwa masjid tersebut tidak dibangun di atas kuburan akan tetapi ia sudah dibangun semasa Nabi ﷺ masih hidup. Bahwa Nabi ﷺ tidak dikuburkan di dalam Masjid sehingga bisa dikatakan bahwa ini adalah sarna artinya dengan penguburan orang-orang shalih di dalam masjid’, akan tetapi beliau ﷺ dikuburkan di rumahnya. rumahnya berdampingan dengan masjid sebab sebagaimana disebutkan di dalam hadits yang shahih bahwa para Nabi dikuburkan di tempat di mana mereka wafat-penj.. Bahwa melokalisir rumah Rasulullah ﷺ juga rumah Aisyah sehingga menyatu dengan masjid bukanlah berdasarkan kesepakatan para sahabat akan tetapi hal itu terjadi setelah mayoritas mereka sudah wafat, yaitu sekitar tahun 94 H. Jadi, ia bukanlah atas dasar pembolehan dari para sahabat semuanya, akan tetapi sebagian mereka ada yang menentang hal itu, di antara mereka yang menentang tersebut terdapat pula Said bin al-Musayyib dari kalangan Tabi’in. Bahwa kuburan Nabi tersebut tidak terletak di dalam masjid bahkan telah dilokalisir, karena ia berada di dalam bilik tersendiri yang terpisah dari masjid. Jadi, masjid tersebut tidaklah dibangun di atasnya. Oleh Karena itu, di tempat ini dibuat penjagaan dan dipagari dengan tiga buah dinding. Dan, dinding ini diletakkan pada sisi yang melenceng dari arah kiblat alias berbentuk segitiga. Sudut ini berada di sisi utara sehingga seseorang yang melakukan shalat tidak dapat menghadap ke arahnya karena ia berada pada posisi melenceng dari arah kiblat. Dengan demikian, gugurlah argumentasi para budak penyembah kuburan tersebut . Kumpulan Fatwa dan Risalah Syaikh lbnu Utsaimin Juz ll, Mengenai Hadits yang disebutkan oleh penerjemah fatwa Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah di atas, redaksinya adalah sebagai berikut Dari Aisyah Radhiyallahu anhuma, dia berkata, “Ketika Rasulullah ﷺ meninggal, para sahabat berselisih dalam hal pemakamannya. Maka Abu Bakar Radhiyallahu anhu berkata, Aku telah mendengar dari Rasulullah ﷺ satu hadits yang tidak akan kulupakan. Beliau bersabda ماَ قَبَضَ اللهُ نَبِيًّا إِلاَّ فِي الْمَوْضِعِ الَّذِي يُحِبُّ أَنْ يُدْفَنَ فِيْهِ, فَدَفَنُوْهُ فيِ مَوْضِعِ فِرَاشِهِ. “Tidaklah Allah mewafatkan seorang Nabi kecuali di tempat yang Allah sukai sebagai tempat pemakamannya.” Kemudian para Sahabat memakamkannya di tempat tidurnya.” [Hadits Shahih. Lihat Shahiih al-Jaami’ish Shaghiir 5649; Sunan at-Tirmidzi II/242, no. 1023]. Referensi Penulisan [i] Lihat situs ini di bawah pengawasan umum Syaikh Alawi Abdul Qadir As Saqqaf. [ii] Lihat Tasyabuh yang Dilarang dalam Fikih Islam, karya Syaikh Jamil bin Habib Al Luwaihiq, Penerbit Pustaka Darul Falah, halaman 311-315. Dengan sedikit perubahan pada format penulisan.. [3] Lihat Fatwa-Fatwa Terkini, Penerbit Darul Haq, Jilid 1, halaman 27-28.
MEMBINA KUBAH DAN MASJID DI SISI MAKAM Disediakan oleh Al-haqir Wal- faqir Abd. Raof Nurin Al Bahanji Al-Aliyy. Pondok Tampin NSDK. ألسلام عليكم ورحمة الله وبركتة . Wahabi berdalil dengan serangkaian hadis mengharamkan pembangunan kubah dan masjid di sisi makam berdasarkan beberapa kefahaman daripada hadis ini. Imam Bukhari meriwayatkan dua hadis di dalam Sahihnya pada bab “Makruh menjadikan kuburan sebagai masjid”. Pertama Ketika Hasan bin Hasan bin Ali meninggal dunia, isterinya memasang sebuah kubah di atas kuburan, ketika setahun kemudian ia mengangkatnya kembali, orang –orang mendengar suara teriakkan “Apakah mereka telah menemukan yg hilang?”, Suara yg lain mengjawab “Bahkan mereka berputus asa dan berbalik”. Kedua Allah melaknat orang- orang Yahudi dan Nasrani yg menjadikan kuburan Nabi mereka sebagai masjid. Siti Aishah berkata , jika bukan kerana takut hal itu Makam Nabi akan menjadikan Masjid nescaya kaum muslimin akan menampakkan makam Baginda yakni tidak meletakkan perghalang/tutupan dinding di sekitarnya, hanya saja saya khuatir makamnya dijadikan masjid. Ketiga Dalam sahih Muslim, jilid 2 m/s 68 “ Ketahuilah bahawa orang – orang sebelum kamu menjadikan Makam Nabi – Nabi mereka sebagai Masjid, maka janganlah sekali- kali sekelian kamu menjadikan kubur sebagai masjid, saya mencegah kamu semua dari berbuat begitu.” Keempat Sahih Muslim Kitab Al- Masajid jilid 2 m/s 66 “ Ummu Habibah dan Ummu Salamah menyebutkan , bahawa keduanya melihat lukisan rupa Rasul Allah di sebuah gereja di Habsah yakni ketika mereka berhijrah kesana bersama muhajirin ketika hijrah pertama. Rasullah bersabda “ Mereka adalah golongan orang yg apabila ada orang soleh di kalangan mereka meninggal dunia, mereka membangunkan masjid diatas makam dan melukis lukisan- lukisan tersebut, mereka adalah paling jahat makhluk di sisi Allah di hari kiamat”. Kelima Sunan Nasa`I jilid 3 m/s 77 “ Rasullah melaknat wanita- wanita yg berziarah kekubur , orang- orang yg menjadikannya sebagai masjid serta orang yg menyalakan lampu di tempat tersebut.” Inilah beberapa dalil yg diutarakan oleh golongan Wahabi, sehingga mereka meruntuhkan kubah- kubah yg di bina beratus tahun dan merosakkan sebahagian besar daripada kesan sejarah warisan daripada sahabat Radiallahu Anhum khususnya daripda Rasullah . Sehingga pada hari ini usahkan kelihatan zahirnya tempat-tempat perjalanan peristiwa penting didalam agama, namanya pun hampir tidak kedengaran lagi. Misalnya Telaga Mengambil Wuduk yg berada di sekitar Masjid Nabi Beberapa kesan sejarah yg berada di Badar Al- Kubra yg telah mereka hapuskan. Ini boleh kita dapati dengan membaca dan menelitinya daripada ulasan Pakar Sejarah , Doktor Husain Haikal. Beliau telah menitiskan air mata kesayuan apabila sampai di Badar Al- Kubra, tatkala mendapati tiada satupun kesan zahir yg ketinggalan melainkan telah lenyap- selenyapnya oleh penbenterasan Wahabi. Ibnu Taimiyah adalah orang yg mula- mula menyebarkan keyakinan ini sedang Muhammad bin Abdul Wahab Pengasas Wahabi adalah yg selalu yg mengikutinya. Beliau menafsirkan bahawa tidak boleh membangunkan masjid di atas atau di sebelah makam. Ibnu Taimiyah juga menulis “Bahawa ulamak kita berkata bahawa tidak boleh dibangunkan masjid dikuburan”. Lihat ziarah kubur m/s 106. Tetapi Ibnu Taimiyyah tidaklah sedahsyat Wahabi yg telah berjaya mempraktikkan seluruh idea tersebut. Sekarang marilah kita meneliti matan- matan hadis tersebut sehingga jelas kandungan maksudnya yang sebenar. Hal ini penting yg perlu diperhatikan, sebagaimana kita boleh mendapatkan penerangan bagi kesamaran sesuatu ayat Al-Quran dengan menafsirkannya dengan berdasarkan ayat yg lain, begitu pulalah hadis kita dapati penjelasan sesuatu kesamarannya dengan meneliti tafsirannya pada hadis yg lain. Wahabi dengan kebiasaannya berpegang pada zahir sesuatu hadis, beranggapan bahawa seluruh pembinaan kubah atau masjid di samping makam adalah terlarang dan haram hukumnya sehingga dikatakan syirik. Padahal jika mereka mengumpulkan semua hadis berkenaanNya nescaya akan diketahui maksud Nabi dengan larangan dan laknat pada hadis- hadis tersebut. Untuk mengetahui maksud hadis tersebut secara benar, kita mestilah mengetahui apakah yg telah dilakukan oleh Yahudi dan Nasrani terhadap Makam Nabi-Nabi mereka. Nabi melarang kita berbuat seperti mana halnya perbuatan Yahudi dan Nasrani tersebut dan ianya akan menjadi jelas bentuk larangan dan maksudnya jika kita mengetahui isi perbuatan mereka itu. Dalam hadis- hadis tersebut terdapat bukti bahawa mereka menjadikan Makam- Makam Nabi mereka sebagai KIBLAT . Mereka meninggalkan kiblat yg sebenarnya , lebih jauh daripada itu sebagai mengganti penyembahan terhadap Allah , mereka menyembah Nabi- Nabi mereka, atau paling tidak, mereka menjadikan Nabi- Nabi mereka sebagai SEKUTU TUHAN dalam sembahan. Jika maksud hadis itu adalah larangan menjadikan makam mereka sebagai kiblat atau menjadi sekutu Allah dalam sembahan, Maka tidak menjadi alasan sama sekali berdalil dengan hadis- haids tersebut untuk mengharamkan kubah dan masjid yg dibina di atas atau disisi kubur. Para penziarah tidak pernah menjadikan Makam Para Sahabat dan Tabiin dan Para Ulamak di Ma’la dan Baq`i sebagai tempat sembahan, mereka menyembah Tuhan yg Esa dan menghadap Kaabah ketika sembahyang. Para penziarah yg tentunya terdiri bukan saja daripada awam muslimin bahkan dikalangan Sahabat, Tabi’in , dan Ulamak Solihin , tidak pernahlah tertipu dengan dakwaan Wahabi menziarahi dan membina kubah di kuburan sebagai menyembah kuburan . Ini jelas jika kita memerhatikan pengebumian jenazah didalam masjid atau binaan telah berlaku sejak zaman Rasulullah As Samhudi dalam Wafa ul Wafa jilid 3 m/s 97 “ ketika Fatimah binti Asad meninggal dunia, Nabi memerintahkan menguburkannya di sebuah masjid dan sekarang dikenali sebagai Makam Fatimah. Samhudi juga berkata Mus` ab bin Umair dan Abdullah bin Jahsi telah dimakamkan di masjid yg dibina di atas Makam Hamzah Radiallahuanhu”. Wafa ul Wafa jilid 3 m/s 922 dan 936. Rasulullah sendiri ,telah di Makamkan didalam binaan , yaitu Hujrah Sayyidatina A’yisah Ra, anha dengan Ijmak Para Sahabat Ra,anhum. Dan berbagai lagi dalil yg didapati mengharuskan pembinaan Kubah diatas Makam. Sebahagian Ulamak telah mengemukakan 15 dalil dan hujjah keharusan membina Kubah dan Masjid disisi Makam. Berbalik kepada makna perbahasan hadis tersebut, marilah kita memerhatikan beberapa riwayat hadis sahih yg menjadi tafsiran kepada beberapa hadis yg menjadi dalil kepada Wahabi tersebut. Di antara riwayat hadis tersebut adalah seperti berikut Riwayat hadis Muslim yg keempat hadis yg keempat menjadi penjelasan kepada hadis- hadis yg sebelumnya. Iaitu ketika dua isteri Nabi mengatakan mereka menyaksikan lukisan – lukisan Nabi di dalam gereja Habshah, lantas Nabi bersabda “ Mereka adalah orang- orang yg apabila, orang soleh dikalangan mereka meninggal dunia lantas mereka membuat masjid atasnya dan melukis lukisan- lukisannya di masjid tersebut.” Tujuan meletakkan lukisan di sisi makam mereka adalah untuk bersujud dengan menjadikan lukisan dan makam mereka sebagai kiblat, lebih jauh mereka menjadikan lukisan dan makam sebagai berhala yg disembah. Kemungkinan ini perlu di perhatikan sebab orang –orang Nasrani memiliki kecenderungan yg sangat untuk menyembah manusia dan patung. Dengan adanya kemungkinan yg kuat ini adalah keliru menggunakan hadis- hadis yg tersebut sebagai dalil pengharaman pembinaan masjid diatas atau disebelah makam- makam yg terlepas daripada penyalahgunaan tujuan pembinaannya semacam ini Imam Ahmad didalam Musnad beliau jilid 3 m/s 248, dan Imam Malik didalam Al- Muwatak, kedua Beliau ini telah meriwayatkan daripada Nabi setelah Baginda melarang penyalah gunaan tersebut lalu berdoa” Ya Allah , janganlah kau jadikan KUBURKU sebagai BERHALA yg disembah”. Ayat doa daripada Nabi ini jelas menunjukkan bahawa kesalahan terletak pada memperlakukan kuburan seperti berhala atau kiblat. Hadis Siti Aishah yg kedua, menjelaskan kebenaran ini iaitu setelah menukilkan hadis tersebut daripada Nabi kemudian Siti Aishah berkata “ Jika bukan kerana takut hal itu Makam Nabi dijadikan masjid , nescaya kaum Muslimim akan menampakkan Makamnya tidak menaruh tutupan disekitarnya hanya saja saya khuatir, jika dinampakkan akan di jadikan Masjid.” Jelaslah bahawa tutupan atau penghalang atau tembok yg dibina adalah untuk mencegah orang daripada mendirikan sembahyang diMakam atau menjadikannya berhala atau kiblat. Bukan bermakna semata-mata muthlak larangan membina Masjid sebagaimana yg difahamkan oleh Wahabi. Ini bukanlah satu takwil atau tafsiran yg disangka oleh Wahabi, sebagai menyeleweng daripada maksud sebenar yg mereka jadikan dalil, larangan pembinaan masjid dan kubah disisi makam. Al Allaamah Sindi dalam Ta’liq beliau pada Sunan Nasa i, jilid 2 m/s 41 telah menafsirkan larangan yg dimaksudkan dengan catitan yg bermaksud “Beliau mencegah umatnya daripada perbuatan Yahudi dan Nasrani, kerana mereka sujud di kuburan Nabi- Nabi mereka dengan mengagung- agungkanNya dengan menjadikanNya KIBLAT. Kita perhatikanlah akibat daripada tutupan dari tembok yg terbina di makam Nabi 1 Mencegah orang –orang menjadikannya sebagai berhala dan disembah. Dengan adanya penghalang/ tutupan mereka tidak dapat lagi melihat makam dan dijadikannya sebagai sembahan berhala. 2 Mencegah orang – orang menjadikan makam sebagai kiblat, didalam hal ini menjadikan kiblat bererti melihat makam. Kiblat disini bukanlah bermaksud Ka’bah baik dilihat mahupun tidak, sebab Ka’bah adalah Kiblat rasmi Muslimin sedunia. Adapun menjadikan makam sebagai kiblat, maka khusus bagi mereka yg mendirikan sembahyang didalam Masjid Baginda Penyelewengan- penyelewengan sedemikian lebih mungkin terjadi apabila Makam telah ternampak sebagaimana dikhuatirkan oleh Siti Aishah Ra, ha.. 3 Para pensyarah Kitab Sahih Bukhari dan Muslim menafsirkan hadis tersebut seperti yg kita huraikan. Tidaklah kita menyelewengkan sedikitpun tafsiran seperti yg telah didakwa oleh Wahabi. Imam Al Qastalani didalam Kitab Irsyad AsSari syarah Sahih Bukhari berkata, ”Orang- orang Yahudi dan Nasrani, untuk menghidupkan peringatan pada sesepoh orang-orang tua mereka , memasang lukisan disisi makam- makam mereka dan menyembah Allah disebelahnya. Namum para penerus setelah mereka kerana godaan syaitan, menyembah lukisan tersebut.” Kemudian Al Qastalani menukilkan dari Tafsir Baidhowi, “ Dikeranakan kaum Yahudi dan Nasrani bersujud di Makam Nabi mereka untuk mengagungkannya serta menjadikannya sebagai berhala maka kaum Muslimin dilarang daripada melakukan hal seperti itu. Adapun jika seseorang , atas dasar ingin bertabarruk membangun masjid disebelah Makam Orang Soleh, bukan untuk menyembahnya dan bukan nya untuk menghadapnya ketika sembahyang, maka ia tidak termasuk didalam ancaman ini.” Imam Ibnu Hajar Al Asqalani dalam Kitab Fathul Bari mendokong Tafsiran ini dan berkata, “ Yg dilarang adalah kondisi kubur, seperti yg berlaku dikalangan Ahli Kitab, jika BUKAN DEMIKIAN MAKA TIDAK DILARANG.” Dalam syarah Muslim m/s 13 juzuk 5 Darul Saqafiah Al- Arabiah Fil Bait, Imam Nawawi mengkomentari hal ini dengan berkata, “ Sesungguhnya Nabi melarang umatnya dari menjadikan makam beliau dan makam lain beliau sebagai masjid, hal itu dikeranakan agar Muslimin tidak berlebih- lebihan dalam mengagungkan sehingga terfitnah dengannya, maka barangkali membawa kepada kekufuran SEBAGAIMANA YG TELAH BERLAKU PADA KEBANYAKAN PADA UMAT- UMAT YG TERDAHULU. Ketika berhajat Para Sahabat Radiallahu ta’ala dan Para Tabi’in membesarkan masjid bila mana muslimin bertambah ramai, dan bertambah melebar luas masjid sehingga termasuklah rumah para Ummahatul Mukminin didalam masjid dan sebahagian daripadanya ialah bilik Siti Aishah R,anha yg dimakamkan didalamnya Rasulullah dan Dua Orang Sahabat Baginda, mereka Para Sahabat dan Tabiin telah membina benteng tinggi yg bulat mengelilingi makam agar tidak kelihatan dari masjid, yg mana mungkin menyebabkan bersembahyang BAGINYA MENGHADAPNYA OLEH ORANG- ORANG AWAM YG MEMBAWA KEPADA PERKARA YG TERLARANG. Kemudian mereka juga membina dua dinding di dua tiang kubur dipihak kiri dan tepi keduanya hingga bertemu, sehingga tidak memungkinkan seseorang menghadap ke arah kubur. Kerana sebab inilah apa yg telah disabdakan oleh Nabi didalam hadis. Perkataan Siti Aishah mengisyaratkan kenyataan ini, “ Jikalau tidaklah demikian itu , nescaya dinyatakan kelihatan kuburnya Nabi hanyalah kerana ditakuti bahawa dijadikan dia masjid.” Waallhu taala bi sawab Pensyarah lain pula berkata, perkataan Siti Aishah adalah berkaitan dengan masa sebelum perluasan masjid. Adapun setelah perluasan masjid dan biliknya dimasukkan didalam masjid , maka bilik tersebut dijadikan berbentuk segitiga hingga orang tidak sembahyang dimakam Nabi Kemudian berkata pensyarah tersebut , golongannya Nasrani dan Yahudi menyembah Para Nabi disebelah makam mereka dan menjadikan mereka sebagai sekutu Allah. Dengan konteks dan pemahaman para pensyarah hadis tersebut , tidak memungkinkan adanya permahaman – pemahaman yg lain dan mereka berfatwa pula dengannya. Jikalau Wahabi ingin berbahas dengan matan hadis secara ilmu mengikut mantik , balaghah dan nahu saraf dan alat- alatnya dipersilakan jika mereka mahu berbuat demikian. InsyaAllah sekadar yg kefahaman yg dianugerahkan Allah akan kita sambut dengan senang hati. Sekarang kita berpaling dari konteks pemahaman hadis tersebut, dan menghuraikan permasalahan di sudut yg lain pula. Bahawa hadis tersebut berkenaan dengan masjid dan kubah yg dibangunkan diatas kuburan . Ini adalah hal yg berkaitan dengan bangunan dan kubah diatas makam yg mulia. Sedangkan dikebanyakan tempat yg dijumpai , masjid dibangun disebelah makam para Imam, seperti Imam Syafi`e, Sheikh Abdul Qadir Jalani dan ada yg terpisah bangunan masjid dari kuburnya dan ada yg dipisahkan oleh bilik yg khas . Maka dalam konteks Pembinaan Masjid yg terlarang ,jika menurut kefahaman wahabi ,adalah tidak termasuk dalam kategori tersebut. Bagaimana boleh kita katakan , membina masjid disamping kuburan hukumnya haram, kerana semua orang menyaksikan masjid Nabi berada disamping makam beliau. Jika dikatakan Masjid Nabi hukumnya adalah khusus pada masjid Nabi sahaja, dan pula terbina Masjid Nabi saw lebih dahulu dari adanya Makam Baginda saw. Maka dijawab Dimana diambil dalil pengkhususan dan pengecualian tersebut jika hanya berdasarkan hadis-hadis yg telah dibahaskan tersebut yg dilalahnya menunjjukkan keumuman larangan?. Mengapa Makam Kedua Sahabat termasuk dalam binaan,padahal keduanya bukan Nabi?. Dan jika terdahulunya terbina Masjid dari keberadaan Makam sebagai hujjah ,mengapa sahabat memahamkam boleh dibinakan Masjid sehingga meliputi Makam ?. Jika para sahabat, merupakan teladan yg harus diikuti, kenapa didalam masalah ini kita membantahi mereka?. Mengapa mereka membiarkan saja kehendak Saidina Abu Bakar dan Umar rahuma untuk di semadikan di binaan bersama Nabi saw?. Mereka yg telah memperluaskan masjid hingga makam Nabi dan sahabatnya berada ditengah- tengah masjid. Jika benarlah membangunkan masjid disisi makam tidak dibolehkan, mengapakan muslimin memperluaskan masjid Nabi dari semua arah sehinggakan makamnya berada ditengah- tengah. Adakah mereka dikata kan tidak faham atau tidak menghiraukan kebimbangan Siti Aisyah rha.?. Atau membantahi Rasul Nya Padahal dahulunya masjid berada disudut timur makam, dikeranakan perluasan, bahagian barat dan hadapan termasuk didalam masjid. Mengapa tidak diperluaskan hanya arah yg tidak melibatkan Makam?. Sebenarnya riwayat tersebut hanya menjelaskan kepada kita bahwa Nabi saw melarang pembangunan masjid diatas atau disisi makam/ kubur. Tetapi tidak ada dalil yg pasti, menunjukkan larangan tersebut adalah haram. Itu pun hanya berdasarkan illah-illah yg tertentu. Adalah kemungkinan larangan tersebut adalah bererti Tanzih atau makruh, sebagaimana yg telah ditafsirkan oleh Al Bukhari didalam bab “Dimakruhkan membuat masjid diatas kuburan”. Sahih Bukhari jilid m/s 111. Soalnya mengapakah hanya Hukum Makruh yg dicatit Al Bukhary ,tidak Haram?. Tentulah ada sesuatu sebab sehingga terjadinya penghukuman yg tidak putus keharamannya, sebagaimana yg dibahas dalam Ilmu Usul Fiqah. . Wahabi telah mencari dalih untuk menghancurkan kubah di Ba`qi dengan alasan bahawa tanah di Ba`qi adalah tanah wakat, dengan sedemikian semestinya segenap inci digunakan . Segala sesuatu yg bersifat kekal mestilah di hapuskan termasuklah bangunan di atas makam keluarga Rasullah kerana hal tersebut mengurangi manfaat tanah wakaf tersebut. Jadi kesemua tiang , tembok , bangunan, tembok kubah pada makam- makam semestinya di hilangkan agar maksud terlaksana. Ini hanyalah helah Wahabi , realitinya jika tidak berdalil pun ,mereka akan menghancurkan semahunya. Kerana dasar inilah mereka mencari dalil dan mendakwa tanah di Ba`qi adalah wakaf, padahal itu adalah prasangka sahaja. Tidak ada kitab sejarah atau hadis, tanah Ba`qi adalah wakaf, yg ada memperkirakan Ba`qi sebagai tanah yg mati. Masyarakat Madinah memakamkan ahli mereka disana. As Samhudi didalam Wafaul Wafa menulis, bahwa orang pertama dimakamkan di Ba`qi adalah Usman bin Maz`un. Ketika putera Nabi Saidina Ibrahim wafat, Baginda memerintah agar dikebumikan disebelah Usman bin Maz`un. Mulai saat itu orang memakamkan mayat mereka di Ba`qi. Mereka menebang pokok- pokok dan membahagikan tempat untuk kabilah mereka . Selanjutnya dikatakan bahawa di tanah Ba`qi terdapat pokok yg bernama Gharqad adalah pokok yg terdapat dipadang pasir di Madinah dan tumbuhnya dijarak yg berjauhan . Dari kenyataan tersebut, Ba`qi adalah tanah mati, bukannya tanah wakaf. Dikeranakan makamnya seorang sahabat disana, orang- orang menjadikan kuburan. Samhudi juga meriwayatkan Nabi juga memakamkan tubuh Saad bin Mu`az di rumah Ibnu Aflah yg mempunyai KUBAH dan BANGUNAN di Ba`qi. Wafaul Wafa jilid 2 m/s 84. Wallahu a’lam
/ Publikasi Jum'at, 24 Oktober 2008 1514 Dari Jabir bin Abdillah ia berkata, “Rasulullah saw. melarang menyemen kubur, duduk di atasnya dan mendirikan bangunan di atasnya,” HR Muslim [970]. Kandungan Bab Hadits ini merupakan dalil haramnya mendirikan bangunan di atas kubur, menyemen dan duduk di atasnya. Ibnu Hazm berkata dalam kitab al-Muhallaa V/33, “Dilarang membangun kubur atau menyemennya dan dilarang pula menambah-nambahi sesuatu selain dari tanah bekas galiannya. Semua tambahan itu harus dirubuhkan diratakan.” Berdasarkan Sunnah Nabi, kubur yang tinggi harus dirubuhkan dan diratakan. Berdasarkan hadits Ali bin Abi Thalib bahwa ia berkata, “Ketahuilah, aku akan mengutusmu untuk sebuah tugas yang dahulu pernah Rasulullah tugaskan kepadaku, yaitu janganlah biarkan patung kecuali engkau menghancurkan dan janganlah biarkan kuburan yang tinggi kecuali engkau ratakan!” HR Muslim 969. Asy-Syaukani berkata dalam kitab Nailul Authaar IV/131, “Dalam hadits disebutkan bahwa menurut Sunnah Nabi kubur tidak boleh ditinggikan terlalu tinggi, tanpa ada beda antara kubur orang yang terpandang dengan yang lainnya. Zhahirnya, meninggikan kubur lebih dari kadar yang dibolehkan hukumnya haram. Demikianlah yang telah ditegaskan oleh rekan-rekan imam Ahmad dan beberapa orang rekan Imam asy-Syafi’i dan Malik. Pendapat yang mengatakan bahwa meninggikan kubur tidaklah terlarang karena telah dilakukan oleh kaum Salaf dan Khalaf tanpa ada pengingkaran seperti yang diutarakan oleh Imam Yahya dan al-Mahdi dalam kitab al-Ghaits adalah pendapat yang tidak benar! Paling minimal dikatakan bahwa mereka mendiamkannya. Dan diam bukanlah dalil dalam perkara-perkara zhanniyah, dan pengharaman meninggikan kubur termasuk zhanniyah. Termasuk meninggikan kubur yang dilarang dalam hadits adalah membuat kubah-kubah dan masyhad bangunan di atas kubur. Dan juga hal itu termasuk menjadikan kuburan sebagai masjid-masjid tempat peribadatan. Rasulullah saw. telah melaknat orang-orang yang melakukannya. Berapa banyak kerusakan-kerusakan yang timbul akibat membangun kubur dan menghiasnya? kafir terhadap berhala-berhala mereka. Bahkan lebih parah lagi mereka beranggapan kubur-kubur itu mampu membawa manfaat dan menolak mudharat, mereka jadikan tujuan untuk meminta hajat, tempat bersandar dalam meraih kesuksesan, mereka meminta kepadanya seperti seorang hamba meminta kepada Rabb-nya, mereka mengadakan perjalanan untuk mencapainya, mengusap-usap dan memohon perlindungan kepadanya. Secara keseluruhan tidak satu pun perkara yang dilakukan oleh kaum Jahiliyyah terhadap berhala-berhala mereka melainkan para penyembah kubur itu juga melakukannya. Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un. Meskipun kemungkaran dan kekufuran ini sangat keji dan parah namun tidak kami dapati orang yang marah karena Allah dan tergerak untuk melindungi agama yang hanif ini. Baik orang alim, kaum pelajar, amir, wazir atau raja! Bahkan menurut banyak berita yang sampai kepada kami yang sudah tidak diragukan lagi kebenarannya, bahwa kebanyakan diri para penyembah kubur atau bahkan mayoritas mereka apabila dihadapkan kepada sumpah dari pihak yang berseberangan dengan mereka, maka tanpa segan mereka bersumpah demi Allah secara keji. Kemudian apabila dikatakan kepadanya setelah itu Bersumpahlah atas nama Syaikh atau wali Fulan, maka ia bimbang, menahan diri dan menolak lalu mengakui kebenaran. Ini merupakan dalil nyata yang menunjukkan kemusyrikan mereka melebihi kemusyrikan orang-orang yang mengatakan Tuhan itu satu dair dua oknum atau tuhan itu satu dari tiga oknum! Wahai ulama syari’at, wahai raja-raja kaum Muslimin, musibah apakah yang lebih besar bagi Islam selain kekufuran! Bala apakah yang lebih mudharat bagi agama selain penyembah kepada selain Allah! Adakah maksiat yang menimpa kaum Muslimin yang menyamai maksiat ini?! Kemungkaran manakan lagi yang lebih wajib diingkari selain kemunkaran syirik yang nyata ini!? Andaikata yang engkau minta itu hidup Niscaya permintaanmu telah sampai kepadanya Namun tiada kehidupan bagi orang yang engkau minta Sekiranya memang api, niscaya akan hidup bila dihembus Namun sayang, ternyata engkau menghembus pasir bukan api Apa hukumnya memplester kubur dengan tanah semacam gundukan? Guru kami, Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani, menjelaskannya dalam kitab Ahkaamu Janaa-iz, hal. 205-206, “Dalam masalah ini ada dua pendapat ulama Pertama Hukumnya makruh, demikian ditegaskan oleh Imam Muhammad -sahabat Abu Hanifah-. Makruh dalam pengertian mereka adalah haram apabila disebutkan secara mutlak. Pendapat ini juga dipilih oleh Abu Ja’far dari ulama Hambali seperti yang disebutkan dalam kitab al-Inshaaf II/549. Kedua Tidak mengapa atau boleh. Pendapat ini dinukil oleh Abu Dawud [158] dari Imam Ahmad dan ditegaskan pula dalam kitab al-Inshaaf. Imam at-Tirmidzi [II/155] menukil pendapat ini dari asy-Syafi’i. an-Nawawi mengomentarinya, “Pendapat beliau Imam asy-Syafi’i tidak dikomentari oleh sahabat-sahabat beliau. Maka pendapat yang benar adalah hukumnya tidak makruh seperti yang beliau tegaskan karena tidak ada dalil larangannya.” Saya -yakni Syaikh al-Albani- katakan, “Barangkali pendapat yang benar adalah menurut perincian berikut ini Apabila tujuan membuatnya untuk menjaga kubur dan agar kubur tetap tinggi menurut kadar yang diizinkan syariat atau agar tidak hilang tanda-tanda kubur bila diterpa angin atau agar tidak merusak bila ditimpa hujan, tentu saja hal itu boleh tanpa adanya keraguar. Karena akan terwujud salah satu tujuan syariat, barangkali inilah salah satu bentuk alasan bagi para ulama Hambali yang mengatakan mustahab. Namun apabila tujuannya untuk mempercantik atau sejenisnya yang tidak ada faidahnya maka hukumnya tidak boleh karena hal itu adalah bid’ah.” Sumber Diadaptasi dari Syaikh Salim bin Ied al-Hilali, Al-Manaahisy Syar’iyyah fii Shahiihis Sunnah an-Nabawiyyah, atau Ensiklopedi Larangan menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah, terj. Abu Ihsan al-Atsari Pustaka Imam Syafi’i, 2006, hlm. 1/601-602. Post Views 56 Terakhir diperbaru Jum'at, 24 Oktober 2008 1514, Dalam Jenazah
membangun kubah diatas kuburan adalah haram ini keyakinan kaum